Total Tayangan Halaman

Rabu, 26 Juni 2013

Fakultas Hukum UNIVERSITAS GALUH

Fakultas Hukum Universitas Galuh merupakan instansi pendidikan yang merupakan bagian dari Universitas Galuh. Universitas Galuh memiliki sebanyak 7 fakultas diantaranya terdiri dari :
1. Fakultas Hukum
2. Fakultas Ilmu Pendidikan dan Keguruan
3. Fakultas Ekonomi
4. Fakultas Ilmu Sosial Politik
5. Fakultas Teknik
6. Fakultas Pertanian
7. Fakultas Ilmu Kesehatan
Fakultas Hukum sendiri lokasinya sangat strategis yaitu berada di jalan R.E Martadinata No.150 Ciamis. selain itu juga Fakultas Hukum universitas Galuh telah memiliki Akreditasi B (Baik) diantara Fakultas-fakultas yang berada di Universitas Galuh.
Fasilitas yang Dimiliki Oleh Fakultas Hukum Universitas Galuh diantaranya :
1. Ruangan Ac
2. Wilayah yang strategis tepatnya di depan pintu masuk Universitas Galuh
3. Free Hot Spot
4. Memiliki Peradilan Semu sebagai sarana Belajar menjadi calon Sarjana Hukum
5. Dosen yang memiliki kemampuan di bidang perkuliahan dan penjurusan Ilmu Hukum
6. Adanya Beasiswa bagi Mahasiswa yang kurang mampu atau yang Berprestasi yang bersumber dari APBD, Yayasan, Supersemar .dll

Fakultas Hukum Universitas Galuh memiliki 3 Kekhususan dalam perkuliahan Ilmu Hukum, diantaranya :
1. Kekhususan Hukum Pidana
2. Kekhususan Hukum Perdata
3. Kekhususan Tata Negara

Kekhususan atau penjurusan ini di mulai saat semester 5 atau awal tingkat III pembelajaran, sehingga kelak diharapkan saat hendak Lulus atau wisuda telah mampu mengaplikasikan keilmuan Hukum tertentu.

Mari kita benahi bersama-sama keadaan Negara Ini dengan memulai dari diri sendiri. belajar hukum itu mudah, lapangan pekerjaan pun sangat menyeluruh dalam setiap aspek kehidupan di Indonesia ini.

bagi yang berminat untuk melanjutkan study di fakultas Hukum universitas galuh segera menghubungi ke sekretariat :
Jalan R.E Marthadinata No. 150 Ciamis

Selengkapnya

KEPERLAKUAN DAN PENYERTAAN

PENYERTAAN
perluasan kedua perihal dapatnya dipidana terjadi oleh bentuk penyertaan. untuk hal ini k=uga berlaku kendati tidak terpenuhinya semua unsur perumusan delik, kadang-kadang dapat juga di jatuhkan pidana. sifat ini yang pada hakikatnya dilanggar pasal 1 ayat 1 KUHP terdapat, baik dalam percobaan maupun dalam penyertaan oleh pompe dipandang sebagai bentuk-bentuk penampilan perbuatan pidana tersebut, namun perbedaan diantara keduanya terletak dalam hal-hal beerikut :
orang dapat berbicara tentang penyertaan :
1. apabila selain pembuat suatu perbutan pidana lengkap, ada lagi yang ikut bermain. yang terakhir terlibat dalm terjadinya perbuatan pidana sedemikian intensifnya serta telah menduduki tempat yang sedemikian penting dalam rangkaian sebab akibat yang menuju delik tersebut sehingga dia harus dipidana sebagai pembuat atu pembantu meskipun dia sendiri hanya melaksanakan sebagian dari perumusan delik.
2. apabila beberapa orang dalam kaitan tertentu dimana yang satu dengan yang lain telah sampai pada pelaksanaan suatu perumusan delik yang lengkap, sedangkan masing-masing dari mereka itu kurang atau hanya melaksanakan sebagian dari delik tersebut.
PENYERTAAN
penyertaan untuk penyertaan
yaitu apabila misalnya A membujuk B untuk membujuk C untuk membakar rumah. baik bunyi umum pasal 55 KUHP maupun sejarah UU, tidak menentang dipidannya A karena membujuk untuk membujuk akan tetapi dalam tuntutan harus dianalisis dengan cermat masing-masing kesengajaan-kesengajaan ganda, peran dan aktivitas dalam kejadian yang kompleks itu.
percobaan untuk penyertaan
apabila di sebut kejahatan bauk dalam arti kejahatan yang tertentu disitu termasuk pembantuan dan percobaan melakukan kejahatan kecuali jika dinyatakan sebaliknya oleh suatu aturan.

Selengkapnya

SIFAT MELAWAN HUKUM

1. sifat melawan hukum
diartikan sebagai syarat umum untuk dapat di[idana yang tersebut dalam rumusan pengertian perbutan pidana. perbuatan pidana dalah kelakuan manusia yang termasuk dalam rumusan delik bersifat melawan hukum yang dapat dicela.
dengan sifat melawan hukum umum diartikan sifat melawan hukum sebagai syarat tak tertulis untuk dapat di pidana.  untuk dapat dipidannya suatu perbutan dengan sendirinya berlaku suatu syarat bahwa perbuatan itu besifat melawan hukum yang dalam hal ini berarti bertentangan dengan hukum sehingga tidak adil.
2. sifat melawan hukum khusus
adakalalnya "sifat melawan Hukukum" yercantum secara tertulis dalam rumusan delik. jadi sufat melawan hukum merupakan syarat tertulis untuk dapat dipidana. sifat melawan hukum yang menjadi bagian tertulis dari rumusan delik dinamakan sifat melawan hukum faset.
a.  sifat melawan hukum sebagai bagian dari UU
yang di bicarakan sampai  sekarang adalah mengenai perbutan-perbuatan yang hampir selalu bersifat melawan hukum, sifat melawan hukum seolah-olah berbicara sendiri. disamping itu, ada perbutan-perbutan yang sifat melawan hukumnya tidak dapat di tentukan lebih dahulu.
b. hubungan dengan sifat melawan hukum umum
di sidang pengadilan harus dibuktikan dalam keseluruhannya. itu akan menjadi suatu probatio diabolitica sebab semua hal negatif juga harus di buktikan, seperti tidak adanya keadaan darurat, tidak adanya pembelaan terpaksa, tidak ada aturan UU, tidak ada perintah janbatan. singkatnya tidak ada keadaan yang membenarkan. tidak diragukan bahwa pembentuk UU tidak bermaksud demikian ketika menggunakan sifat melawan hukum dalam rumusan delik.
c. arti sendiri dalam setiap delik
kadang-kadang syarat tertulis dari sifat melawan hukum hanya menguasai niat untuk berbuat (pencurian, penipuan) dalam hal lain, sifat itu menguasai perbuatan yang dapat dipidana (perampasan kebebasan, penggelapan, dan penghancuran)
d. Sifat melawan hukum khusus dan alasan pembenar
untuk menghindari salah faham, tidak dikatakan bahwa untuk dapat dipidana, cukup hanya sifat melawan hukum faset yang di penuhi. akan tetapi, dalam rumusan-rumusan delik dimana ada istilah " dengan sifat melawan hukum", hanya sifat melawan hukum faset lah yang perlu di buktikan. sifat melawan hukum sebagai syarat tidak tertulis untuk dapat dipidana tidak perlu dibuktikan tetapi perlu direalisasikan. ini juga berarti   bahwa dalam hal istilah sifat melawan hukum yang terdapat dalam rumusan delik dapat diajukan adanya alasan pembenar.
e. sifat melawan hukum khusus dalam peradilan indonesia
menurut hukum belanda, keadaan dimana barang diambil adalah milik terdakwa sendiri, tidak menghalangi diadilinya terdakwa.
meski pun seseorang adalah pemilik barang itu, juga tidak di perkenankan untuk mengambil barang yang di kuasa oleh orang lain dalam pengertian hukum pidanaan sehingga yang bersangkutan harus melapor kan hal itu kepada kepolisian atau pengadilan. suatu perbuatan dengan maksud untuk memiliki barangnya sendiri melalui penghakiman sendiri adalah melawan hukum sebagai pengecualian, yaitu merampas barang miliknya sendiri  dan si pencuri yang tertangkap tangan. bukankah pencuri itu belum memiliki barang itu ?
bertalian denga  sifat melawan hukum khusus, dapat dilihat ppada putusan-putusan mahkamah agung RI. didalamnya dinyatakan apabila ada sifat melawan hhukum sebagai mana dirumuskan dalam delik hal itu dipertimbangkan berdasarkan yang berlaku dalam masyarakat,

Selengkapnya

PENAFSIRAN UNDANG-UNDANG PIDANA

A. Makna Penafsiran UU
ajaran Montesque dalam karangannnya berjudul de l'esprit des lois pada tahun 1748 yang mempropagandakan asas legalitas danmemandang hakim hanya berfungsi sebagai mulut undang-undang sudah lama di tinggalkan. walau asas legalitas masih dipertahankan di sebagaian besar negara-negara di dunia ini, pada umumnnya diterima pendapat bahwa tidak ada satupun pembuat UU yang mampu mengatur sejelas-jelasnya dan secara terperinci segala hal yang akan terjadi di kemudian hari.
UU pidana menurut van Bellemen adalah sebagai berikut :
1. Taal kundinge of gramaticale (menurut tata bahasa)
yaitu hakim harus memperhatiakan arti yang lazim suatu perlakaatb didalam penggunaaan bahasa sehari-hari atau hubungan antara suatu perkataan dengan perkataan lain.
2. Teologisce intrepretatie (penafsiran teologis)
yaitu dalam hal hakim memperhatikan maksud pembuat UU, atau asas yang oleh pembuat UU diletakakn sebagai dasar ketentuan-ketentuan yang dibuatnya ataupun syarat-syarat yang dikehendaki oleh masyarakat.
3. systematic Intrepretatie  (penafsiran teologis)
yaitu dalam hal hakim menggantungkan suatu penjelasan suatu ketentuan pada sistem dalam mana peraturan bersangkutan terhisap.
4. hisorische impretatie (penafsiran menurut sejarahnya)
dalam hal hakim memperoleh penjelasan tentang suatu ketentuan meneliti tentag pembicaraan orang mengenai ketentuan tersebut selama dalam proses pembentukannya atau hakim harus meneliti tentang ketentuan-ketentuan dahulu yang mendahului ketentuan sekarang.

Selengkapnya

KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA

Sejarah Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) di Indonesia :
a. Sebelum zaman belanda
hukum opidana yang berlaku di daerah Indonesia  adalah hukum adat pidana yang umumnya tidak tertulis dan tidak di kodifikasikan.
b. zaman Belanda
Tahun 1642 di buat bataviasche statuten dan tahun 1848 di bentuk interemaire strafbifalingen, di tambah peraturan hukum belanda kuno dan hukum romawi. tahun 1866 kodifikasi hukum pidana tanggal 10 februari 1866 No. 45 ditetapkan wet boek van strafrecht voor europeanen mulai berlaku tanggal 1 januari 1873. ordonantie 6 mei 1872 di tetapkan di wet boek van strafrecht voor inlenders en daar mede gelijkgestelden berlaku 1 januari 1873 . terjadi dualisme hukum pidana di indonesia, untuk orang eropa berlaku stbl 1872 No. 110. untuk orang indonesuia berlaku stbl 1872 No. 111.
pada tahun 1881 di Belanda di buat KUHP baru berlaku 1 september 1886 berdasarkan asas konkordansi pasal 75 RR jo 131 IR, maka KUHP barupun berlaku di Nidonesia dengan sebutan wet boek van strafrecht voor Nederlands indie.
c. zama jepang
denagn undan-undang pemerintah jepang No. 1 pasal 3 bahwa undang-undang Belanda yang tidak bertentangna tetap belaku bahwa wet boek van strafrecht voor Nederlandsch indie tetap berlaku dengan sebutan too indo kiehoho.
d. zaman Indonesia Merdeka
dengan peraturan peralihan pasal II undang-undang dasar 1945, pasal 192 konstitusi RIS dan pasal 142 UUDS 1950 ,maka kodifikasi 1915 tetap berlaku untuk mengisi kekosongan hukum. tanggal 26 Februari 1946 ditetapka undang-undang No. 1 tahun 1946 ditegaskan hukum pidana yang berlaku di indonesia yaitu peraturan pidana yang berlaku di indonesia sebelum 8 maret 1942 yang di keluarkan pemerintah sipil hindia belanda ( W v s N I) dengan tambhan dan perubahan. nama W v s N i di rubah menjadi wvs/KUHP berlaku untuk jawa dan madura 20 februari 1946, untuk sumatera 8 agustus 1946 dengan PP No. 8 tahun 1946. sedangkan untuk daerah yang di kuasai Belanda berlaku WvsNI. dengan keluarnya UU no 73 Tahun 1958 maka UU No. 1 tahun 1946 tentang hukum pidana berlaku bagi seluruh wilayah Indonesia.
dari uraian diatas dapat diambil kesimpuulan :
a. UU no. 73 Tahun 1958
b. UU no. 1 tahun 1946
c. pasal II aturan peralihan UUD 1945
Sistematika KUHP :
1. Buku kesatu tentang aturan umum yang dimuali dari pasal 1 samapai pasal 103 KUHP
2. Buku kedua tentang kejahatan yang dimuali dari pasal 104 sampai pasal 488 KUHP
3. Buku ketiga tentang pelanggaran yang dimulai dari pasal 489 sampai dengan pasal 569 KUHP

Selengkapnya
 

Pengikut